Masjid Tua Palopo


Masjid  Tua Palopo merupakan masjid Kerajaan Luwu yang didirikan oleh Raja Luwu yang bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604 M. Masjid yang memiliki luas 15 m2 ini diberi nama Tua, karena usianya yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu yang memiliki dua arti, yaitu: pertama, penganan yang terbuat dari campuran nasi ketan dan air gula; kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna ini memiliki relasi dengan proses pembangunan Masjid Tua Palopo ini.
Sebagian masyarakat percaya bahwa bagi orang yang datang ke Kota Palopo, belum dikatakan resmi menginjakkan kaki di kota ini apabila belum menyentuh tiang utama Masjid Tua Palopo yang terbuat dari pohon Cinaduri, serta dinding tembok yang menggunakan bahan campuran dari putih telur.

Selayang Pandang
Masjid  Tua Palopo merupakan masjid Kerajaan Luwu yang didirikan oleh Raja Luwu yang bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604 M. Masjid yang memiliki luas 15 m2 ini diberi nama Tua, karena usianya yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu yang memiliki dua arti, yaitu: pertama, penganan yang terbuat dari campuran nasi ketan dan air gula; kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna ini memiliki relasi dengan proses pembangunan Masjid Tua Palopo ini.
Sebagian masyarakat percaya bahwa bagi orang yang datang ke Kota Palopo, belum dikatakan resmi menginjakkan kaki di kota ini apabila belum menyentuh tiang utama Masjid Tua Palopo yang terbuat dari pohon Cinaduri, serta dinding tembok yang menggunakan bahan campuran dari putih telur. Oleh karena itu, masjid ini tidak pernah sepi dari jemaah, khususnya pada bulan Ramadhan. Pada bulan tersebut, setiap selesai shalat dhuhur hingga menjelang berbuka puasa, biasanya para jamaah tetap tinggal di masjid untuk mengaji, tadarrus Alquran, dan berzikir. Jamaah yang datang bukan hanya warga Kota Palopo, tetapi banyak juga yang datang dari kabupaten tetangga, seperti Luwu, Luwu Utara, Sidrap, dan Wajo.
Masjid Tua Palopo ini sudah beberapa kali direnovasi. Meskipun demikian, bentuk artsitekturnya tidak banyak mengalami perubahan. Untuk pemeliharaan dan pengelolaannya, pemerintah daerah setempat telah mengalokasikan dana ABPD setiap tahunnya, yaitu berupa honor untuk karyawan, guru mengaji dan tiga imam. Selain mendapat honor, para pengelola masjid tersebut juga mendapat tunjangan fasilitas berupa pemanfaatan air PDAM secara gratis.
  
Keistimewaan
Arsitektur Masjid Tua Palopo ini sangat unik. Ada empat unsur penting yang bersebati (melekat) dalam konstruksi masjid tua ini, yaitu unsur lokal Bugis, Jawa, Hindu dan Islam.
Pertama, unsur lokal Bugis. Unsur ini terlihat pada struktur bangunan masjid secara keseluruhan yang terdiri dari tiga susun yang mengikuti konsep rumah panggung. Konsep tiga susun ini juga konsisten diterapkan pada bagian lainnya, seperti atap dan hiasannya yang terdiri dari tiga susun; tiang penyangga juga terdiri dari tiga susun, yaitu pallanga (umpak), alliri possi (tiang pusat) dan soddu; dinding tiga susun yang ditandai oleh bentuk pelipit (gerigi); dan pewarnaan tiang bangunan yang bersusun tiga dari atas ke bawah, dimulai dari warna hijau, putih dan coklat.
Kedua, unsur Jawa. Unsur ini terlihat pada bagian atap, yang dipengaruhi oleh atap rumah joglo Jawa yang berbentuk piramida bertumpuk tiga atau sering disebut tajug. Dua tumpang atap pada bagian bawah disangga oleh empat tiang, dalam konstruksi Jawa sering disebut sokoguru. Sedangkan atap piramida paling atas disangga oleh kolom (pilar) tunggal dari kayu cinna gori (Cinaduri) yang berdiameter 90 centimeter. Pada puncak atap masjid, terdapat hiasan dari keramik berwarna biru yang diperkirakan berasal dari Cina.
Ketiga, unsur Hindu. Unsur ini terlihat pada denah masjid yang berbentuk segi empat yang dipengaruhi oleh konstruksi candi. Pada dinding bagian bawah, terdapat hiasan bunga lotus, mirip dengan hiasan di Candi Borobudur. Pada dinding bagian atas juga terdapat motif alur yang mirip dengan hiasan candi di Jawa.
Keempat, unsur Islam. Unsur ini terlihat pada jendela masjid, yaitu terdapat lima terali besi yang berbentuk tegak, yang melambangkan jumlah shalat wajib dalam sehari semalam.

Lokasi
Masjid Tua Palopo terletak di Jalan Andi Djemma Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Disekitar lokasi Mesjid Jami' Tua terdapat juga lokasi Istana Kedatuan Luwu.

Akses
Kota Palopo berada 390 km di sebelah utara Kota Makassar. Perjalanan dari Kota Makassar ke Kota Palopo dapat ditempuh dengan menggunakan mobil pribadi maupun dengan angkutan umum, berupa mobil panther, kijang, dan bus.

Harga Tiket Masuk
Pengunjung tidak dipungut biaya masuk.


(Samsuni/wm/07/02-08)
Sumber : http://www.wisatamelayu.com
Foto : Infokom Palopo

Selengkapnya Boss..

Sekilas Kota Palopo


Menapaki perjalanan panjang yang cukup melelahkan, dengan jarak tempuh sekitar 362 Km dari Kota Makassar Propinsi Sulawesi Selatan , bukanlah hal sia-sia untuk menikmati keramahan khas sebuah kota yang menampakkan citranya melalui bentuk Kota Tujuh Dimensi yang terletak diujung Propinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 247,52 km2 , yang berbatasan dengan Kabupaten Luwu dibagian Selatan dan Utara, Kabupaten Tanah Toraja dibagian Barat dan Teluk Bone dibagian Timur.

Aroma khas pegunungan, hawa pesisir pantai dari teluk yang terbentang, serta pola kehidupan masyarakat yang beraneka ragam, merupakan kesan tersendiri dari sekian banyak catatan perjalanan panjang di Kota Idaman yang menamakan dirinya Kota Palopo.

Diawal jumpa, dari arah selatan Kota Palopo terusan Kota Makassar, nuansa sejuk yang dibaluti rindangnya pepohonan dari Bukit Sampoddo seakan menyambut dengan sapaan selamat datang, bagi siapa saja yang memasuki Kota Palopo.

Begitu pula dari arah barat gerbang batas wilayah Kota Palopo yang menghubungkan langsung dengan Kabupaten Tana Toraja, balutan kabut tebal di kala pagi dan senja hari, menjadi sajian khas kelokan jalan pegunungan menuju titik Kota Palopo.

Dari arah utara, sebuah jembatan panjang yang diberi nama Jembatan Miring, bakal menandai kedatangan kita di keramahan Kota Idaman. Sementara di bagian timur hamparan pesisir pantai Teluk Bone, dengan khasana khas kehidupan masyarakat pesisirnya menjadi pemandangan awal tatkala kita menginjakkan kaki di Pelabuhan Tanjung Ringgit sebagai pintu gerbang pelabuhan Kota Palopo.

Kota Palopo, dahulu disebut Kota Administratip (Kotip) Palopo, merupakan Ibu Kota Kabupaten Luwu yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor Tahun 42 Tahun 1986

Seiring dengan perkembangan zaman, tatkala gaung reformasi bergulir dan melahirkan UU No. 22 Tahun 1999 dan PP 129 Tahun 2000, telah membuka peluang bagi Kota Administratif di Seluruh Indonesia yang telah memenuhi sejumlah persyaratan untuk dapat ditingkatkan statusnya menjadi sebuah daerah otonom.

Ide peningkatan status Kotip Palopo menjadi daerah otonom , bergulir melalui aspirasi masyarakat yang menginginkan peningkatan status kala itu, yang ditandai dengan lahirnya beberapa dukungan peningkatan status Kotip Palopo menjadi Daerah Otonom Kota Palopo dari beberapa unsur kelembagaan penguat seperti Surat Bupati Luwu No. 135/09/TAPEM Tanggal 9 Januari 2001, Tentang Usul Peningkatan Status Kotip Palopo menjadi Kota Palopo; Keputusan DPRD Kabupaten Luwu No. 55 Tahun 2000 Tanggal 7 September 2000, tentang Persetujuan Pemekaran/Peningkatan Status Kotip Palopo menjadi Kota Otonomi; Surat Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan No. 135/922/OTODA tanggal 30 Maret 2001 Tentang Usul Pembentukan Kotip Palopo menjadi Kota Palopo; Keputusan DPRD Propinsi Sulawesi Selatan No. 41/III/2001 tanggal 29 Maret 2001 Tentang Persetujuan Pembentukan Kotip Palopo menjadi Kota Palopo; Hasil Seminar Kota Administratip Palopo Menjadi Kota Palopo; Surat dan dukungan Organisasi Masyarakat, Oraganisasi Politik, Organisasi Pemuda, Organisasi Wanita dan Organisasi Profesi; Pula di barengi oleh Aksi Bersama LSM Kabupaten Luwu memperjuangkan Kotip Palopo menjadi Kota Palopo, lalu kemudian dilanjutkan oleh Forum Peduli Kota.

Akhirnya setelah Pemerintah Pusat melalui Depdagri meninjau kelengkapan administrasi serta melihat sisi potensi, kondisi wilayah dan letak geografis Kotip Palopo yang berada pada Jalur Trans Sulawesi dan sebagai pusat pelayanan jasa perdagangan terhadap beberapa kabupaten sekitar, meliputi Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Tana Toraja dan Kabupaten Wajo serta didukung sebagai pusat pengembangan pendidikan di kawasan utara Sulawesi Selatan, dengan kelengkapan sarana pendidikan yang tinggi, sarana telekomunikasi dan sarana transportasi pelabuhan laut, Kotip Palopo kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Otonom Kota Palopo .

Tanggal 2 Juli 2002, merupakan salah satu tonggak sejarah perjuangan pembangunan Kota Palopo, dengan di tanda tanganinya prasasti pengakuan atas daerah otonom Kota Palopo oleh Bapak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia , berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2002 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Palopo dan Kabupaten Mamasa Provinsii Sulawesi Selatan , yang akhirnya menjadi sebuah Daerah Otonom, dengan bentuk dan model pemerintahan serta letak wilayah geografis tersendiri, berpisah dari induknya yakni Kabupaten Luwu.

Diawal terbentuknya sebagai daerah otonom, Kota Palopo hanya memiliki 4 Wilayah Kecamatan yang meliputi 19 Kelurahan dan 9 Desa. Namun seiring dengan perkembangan dinamika Kota Palopo dalam segala bidang sehingga untuk mendekatkan pelayanan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat , maka pada tahun 2006 wilayah kecamatan di Kota Palopo kemudian dimekarkan menjadi 9 Kecamatan dan 48 Kelurahan.

Kota Palopo dinakhodai pertama kali oleh Bapak Drs. H.P.A. Tenriadjeng, Msi, yang di beri amanah sebagai penjabat Walikota (Caretaker) kala itu, mengawali pembangunan Kota Palopo selama kurun waktu satu tahun , hingga kemudian dipilih sebagai Walikota defenitif oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palopo, untuk memimpin Kota Palopo Periode 2003-2008, yang sekaligus mencatatkan dirinya selaku Walikota pertama di Kota Palopo.

Selengkapnya Boss..

Banjir Tanggung Jawab Siapa




Indonesia tak pernah absen dari bencana alam. baik itu kebakaran hutan, banjir, dan lain-lain. indonesia menjadi pelanggan utama dari kemarahan alam. seolah-olah alam ini telah muak pada Indonesia dengan segala dekadensi moral rakyat apalagi petinggi-petingginya.

Kaum intelektual pun mandul dalam memerangi persoalan moral bangsa yang semakin terpuruk kedalam kenistaan. kota yang kita cintai bersama (sebagaimana jargionnya; kota idaman Palopo) turut menerima kemarahan alam dalam bentuk banjir bandang.

Suatu sejarah baru bagi kota Palopo yang belum pernah ditimpa bencana sedahsyat itu. ada apa dengan kota religius dan kota pendidikan ini?

seorang pemikir beraliran feminist carollyn merchant dalam sebuah artikelnya "mengeruk rahim ibu" (terjemahan ke Indonesia) mengatakan bahwa Bumi ini layaknya Ibu pertiwi. dimana darinya bersumber segala kebaikan, kehidupan dan kesejahteraan.

Segenap alam ini adalah rahim Ibu. lalu datanglah orang-orang yang serakah yang kemudian memperkosa ibu pertiwi. Bumi ini diperkosa tanpa sedikit rasa kemanusiaan lagi yang tinggal bahwa jika alam dieksploitasi dengan besar-besaran akan merusak keberlangsungan seluruh makhluk yang sedang berteduh di atas bumi.

Lalu bagaimana dengan orang palopo??? apa kita masih punya siri' dengan keadaan yang terjadi? sekarang apakah kita merusak ibu pertiwi ini? tanggung jawab adalah milik mereka yang tahu (kaum intelektual), dan para pejabat yang memiliki kebijakan dalam mengelolah kota ini menjadi lebih baik.

Bukan saatnya menyalahkan tapi membuktikan bahwa kita cinta dengan alam yang telah memberikan kita tempat untuk hidup di dunia. I Love You Mom...My Earth!
Ditulis oleh: Sitti Aaisyah Sungkilang(Mahasiswa Pasca Sarjana Filsafat UGM & Alumni PMDS Palopo)

Selengkapnya Boss..

Catatan dari Tanah Rantau, Buaku yang Kutinggal

Buaku yang Tertinggal Lapangan sepakbola itu masih seperti dulu. Disudutnya masih tegak berdiri monument kecil. Empat buah jamnya pun masih ada. Sayang “waktunya” telah berhenti. Jarum jamnya tak lagi berdetak. Di depannya, monument perjuangan Bua tetap masih berdiri kokoh.

Tak banyak berubah dengan 28 tahun silam. Demikian halnya dengan SDN 65 Bua tempatku bersekolah dulu. Bangunan dan fasilitasnya pun nyaris sama dengan belasan tahun silam. Disampingnya, balai desanya pun tak berubah. Jika dulu tak ada tulisan dan coretan, kini di berbagai sudutnya terukir jelas coretan yang tak bisa dibilang indah.

Sungai Bua, tempat kami mandi telanjang bahkan menjadi tempat membolos pada jam sekolah, kini banyak berubah. Airnya tak lagi jernih. Luasnya pun hanya beberapa meter. Airnya tak lagi sederas dulu. Keramba ikan yang dulunya berisi ratusan ikan air tawar yang dipelihara di sungai ini pun tak lagi ada. Kalau dulu cokelat dan padi menjadi sumber mata pencaharian masyarakat kampungku, kini tak lagi menjanjikan.

Ironis sebab ku tahu, sebagian besar masyarakat kampungku bergantung pada hasil panennya. Di saat negara dan bangsa ini kekurangan beras hingga harus mengimpornya dari Thailand, Burma dan Malaysia, yang kulihat, ratusan hektar sawah masyarakat kampungku justru disulap menjadi perumahan bahkan sebagian lahannya dipakai membangun bandara. Sementara hektaran kebun kakao juga bagai telur diujung tanduk.

Tak ada lagi ibu dengan bedak tebal di pinggir jalan mengaduk jemuran kakao basahnya. Atau KUD yang dulu menampung kakao para petani. Bahkan puluhan hektar hutan sagu di kampungku nyaris tak tersisa. Semuanya ludes seiring dengan lenyapnya semangat gotong royong dalam kegiatan “mipare”.

Lalu bagaimana sumber pendapatan masyarakatku? Kondisi memaksa mereka beralih pekerjaan, dari petani menjadi pekerja pabrik, merantau atau mereka yang beruntung menjadi PNS. Lalu kemanakah semangat gotong royong itu?. Kini yang tersisa hanya semangat “siapa lo siapa gue” budaya kota besar yang juga menggerus budaya di tanah kelahiranku. Di bidang telekomunikasi, iuran sebesar 150 ribu yang setahun lalu dibayar puluhan kepala keluarga untuk pemasangan jaringan telephone juga tak kunjung kring. Entah apa sebabnya.

Pemekaran Kabupaten Luwu dan menjadikan masyarakat kampungku “sengsara”. Paling tidak untuk ongkos transportasi. Karena semuanya harus diurus ke Belopa, 60 km dari Bua. Inikah filosofi pemekaran yang katanya memperpendek rentan kendali pemerintahan? Delapan belas tahun kutinggalkan tanah kelahiranku, dan kini ia masih seperti dulu, masih tertinggal… Aku sendiri tak meremehkan pembangunan yang dilaksanakan di kampungku.

Delapan belas tahun ku tinggalkan tanah kelahiranku, yang kujumpai hanya empat bangunan fasilitas public yang baru dibangun. Pertama bangunan Puskesmas yang dulunya kecil kini berdiri dengan megahnya, SMAN I Bua yang dibangun diatas lahan yang dulunya hutan sagu, kantor camat Bua yang seingatku dulunya merupakan pasar rakyat dan kantor Polsek yang dibangun diatas bekas sawah.

Ditulis oleh:Sahria

Selengkapnya Boss..

Catatan Kilas Balik Kota Palopo


Bersama Kita Bisa……………
Era baru di tahun 2008, kini membentang di depan mata, seiring dengan ditinggalkannya tahun 2007, yang tentunya memiliki kenangan manis dan pahit. Namun itulah realita hidup, yang mesti dijalani. Tersisa bagaimana kita kemudian menginstropeksi diri, dengan melengkapi segala kekurangan yang ada, dan lebih memajukan lagi apa yang telah kita raih di masa mendatang

Memasuki tahun baru 2008, tentunya sekaligus merupakan era atau tahapan lanjutan bagi roda pembangunan di Kota Palopo, yang menjadikan strategi tujuh dimensi sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunannya.

Beragam sejarah telah ditorehkan di kota bertajuk idaman ini, selama kurun waktu empat setengah tahun usianya, dibawah kepemimpinan Bapak Drs HPA Tenriadjeng Msi.

Jika hendak berandai-andai, usia empat setengah tahun kota ini, layaknya bayi yang baru belajar berbicara, namun sekali lagi seluruh masyarakat Kota Palopo menjadi saksi sejarah, bahwa tak dapat dipungkiri kota ini telah mengoleksi sejumlah prestasi melalui penghargaan atas keberhasilan pembangunannya, mulai dari pembangunan tatanan hidup masyarakat, pendidikan, kesehatan, ekonomi, penyediaan infrastruktur hingga pada sisi pelayanan pemerintahan.

Kendatipun disadari pula bahwa masih terdapat kekurangan di sisi lainnya, tentunya kita pun mesti maklum, karena pembangunan tidaklah gampang dan semudah membalikkan telapak tangan. Butuh tahapan proses menuju sebuah pencapaian keberhasilan, dan yang paling penting adalah wujud kebersamaan dari seluruh komponen masyarakat bersama pemerintahnya.

Tajuk IDAMAN (Indah, Damai, Aman dan Nyaman) yang melekat di Kota Palopo, bukanlah sekedar slogan atau isapan jempol belaka, sebab kota ini sudah Indah..! Kebersihan yang merupakan cerminan dari keindahan kota, menghiasi perwajahan Palopo. Sehingga Negara pun kemudian menganugrahkan Palopo menjadi kota sedang terbersih di kawasan timur Indonesia, dengan diraihnya Piala Adipura untuk kedua kalinya di Tahun 2007.

Kota ini Damai..! Buktinya, kita mampu melepas catatan buram masa lalu, dari kesuraman stabilitas keamanan yang terjadi di tiap penjuru kota kala itu. Perang antar Gang dan kelompok mewarnai kehidupan masyarakat Kota Palopo di masa itu, warga enggan keluar rumah apa lagi di malam hari. Namun realitas hari ini telah berbalik, hiruk pikuk kehidupan kota bahkan hampir tak pernah padam. Warga tak lagi takut keluar rumah, warna kehidupan bahkan masih terlihat hingga dini hari.

Bahkan di ujung malam pergantian tahun 2007 menuju tahun 2008, yang diwarnai oleh keramaian dan kebisingan terompet serta kendaraan yang lalu lalang, hingga pada aksi mabuk akibat minuman keras dari segelintir pemuda, kota ini justeru tetap kondusif, dan tak tampak kejadian atau aksi brutal dari sekelompok massa. Hal itu tentunya patut kita acungi jempol, karena dengan kesadaran dan kebersamaan antara pemerintah serta masyarakat, suasana damai tetap terpelihara.

Alhasil, keindahan serta kedamaian yang senantiasa menyelimuti kota ini, dengan sendirinya menjadikan kota ini terasa Nyaman. Para pelaku usaha dapat menggeluti usahanya tanpa rasa was-was, masyarakat lainnya pun dapat melakukan aktifitasnya dengan damai.

Dari sisi pelayanan pemerintahan, dinilai sudah cukup memuaskan, kendatipun belum sepenuhnya dimaksimalkan. Hal ini dapat dilihat dari sisi jasa pelayanan penerangan listrik yang memadai, hingga kota ini tak perlu lagi menerapkan pemadaman bergiliri layaknya tahun-tahun sebelumnya. Belum lagi pelayanan distribusi air bersih oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang telah mencakup hampir seluruh pelosok kota, bahkan distribusi air dari PDAM Palopo saat ini, sudah ada yang dapat langsung diminum, dan tak heran bila PDAM Palopo kemudian dianugrahi penghargaan Citra Pelayanan Prima oleh pemerintah pusat.

Selain itu, sarana pelayanan lainnya yang belum semua daerah di Indonesia memilikinya, namun telah dimiliki kota ini, yakni KPTSP (Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu) atau kerap disebut SIMTAP (sistem satu atap), yang bertujuan memberikan pelayanan efisien dan efektif bagi masyarakat menyangkut masalah perizinan, dengan hanya mendatangi satu kantor saja.

Sementara itu, menyangkut persoalan pendidikan, kota ini telah menetaskan lulusan-lulusan terbaik dari beberapa sekolah menengah atas hingga menembus tingkat perguruan tinggi ternama di tanah air, bahkan ada diantaranya yang lulus tanpa melalui tes. Belum lagi beberapa pelajar yang dikirim ke luar negeri dalam rangka pertukaran pelajar .

Jika berbicara masalah kesehatan, kota ini tak diragukan lagi. Buktinya sekitar akhir triwulan ketiga tahun 2007, Palopo lagi-lagi mengoleksi penghargaan dari pemerintah pusat sebagai salah satu kota sehat di Indonesia, dengan diterimanya Penghargaan Swasti Saba Wiwerda (Kota Sehat) dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Geliat ekonomi juga semakin berkembang, ditandai dengan hampir lengkapnya kantor-kantor cabang perbankan, menjamurnya pembangunan rumah dan toko (ruko), ramainya pasar oleh para pedagang dan pembeli, dan dibukanya beberapa outlet cabang berbagai macam produk, seperti hadirnya restaurant cepat saji yang berskala intenational Kentucky Fried Chicken (KFC) yang hanya dimiliki oleh daerah tertentu, dengan standarisasi perkembangan ekonomi berdasarkan hasil survey oleh perusahaan berskala international tersebut.

Jika kita kemudian mengkaji lebih menyeluruh dari apa yang telah digapai oleh Kota Palopo, melalui pemerintahan yang ada saat ini, tentunya cukup ideal dan patut kita syukuri bersama, sebab dalam kurun waktu yang relative singkat, wajah Kota Palopo dibidang pembangunan setidaknya telah mengalami kemajuan yang signifikan, kendatipun masih terdapat permasalahan yang cukup krusial di mata masyarakat, yang belum sempat tersentuh tangan pemerintah.

Namun kita yakin bahwa apapun rintangan kedepan, jika itu dilalui bersama antara pemerintah dan masyarakat, maka Kota Palopo bakal lebih maju dari hari kemarin. Selamat datang tahun 2008, Semoga hari ini selangkah lebih maju dari hari kemarin…… (*)
Harjuna Syam, Staf Bagian Infokom Kota Palopo

Selengkapnya Boss..